Dakota
RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia
yang dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001
Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga
pertama, Indonesian Airways. Pesawat ini sangat besar jasanya dalam
perjuangan awal pembentukan negara Indonesia.
Pesawat
Dakota DC-3 Seulawah ini memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang
sayap 28.96 meter, ditenagai dua mesin Pratt & Whitney berbobot
8.030 kg serta mampu terbang dengan kecepatan maksimum 346 km/jam.
Sejarah
KSAU
Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma memprakarsai pembelian pesawat
angkut. Biro Rencana dan Propaganda TNI-AU yang dipimpin oleh OU II
Wiweko Supono dan dibantu oleh OMU II Nurtanio Pringgoadisuryo dipercaya
sebagai pelaksana ide tersebut.
Kisah yang tercecer
Pesawat
Seulawah RI-001 merupakan bukti nyata dukungan totalitas yang
diberikan Aceh dalam proses persalinan republik ini. Seulawah RI-001
yang merupakan cikal bakal Garuda Indonesia Airways, merupakan instrumen
paling penting dan efektif dalam tahap paling awal perjuangan
mempertahankan kemerdekaan.
Pada sebuah jamuan makan
malam, saat kunjungan nya ke Aceh, tanggal 16 Juni 1948 yang
diselenggarakan oleh Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida),
di Hotel Atjeh, Banda Aceh, Presiden Soekarno angkat bicara, “saya
tidak akan makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul”
Peserta
pertemuan yang terdiri atas saudagar dan tokoh masyarakat Aceh saling
melirik. Lalu, salah seorang dari mereka bangun. Seorang pria muda
berusia sekitar 30 tahun. Dia saudagar. Namanya M Djoened Joesof. “
saya bersedia”,sahut Djoened Joesof yang juga menjabat ketua Gasida.
Selanjutnya menyusul kesediaan saudagar lainnya. Alhasil malam itu
terkumpul dana yang cukup besar. Presiden Soekarno puas dengan
menyungginggkan senyum. Ia lalu mengajak hadirin beranjak ke meja makan.
Adegan
jamuan makan malam itu merupakan bagian penting dari episode
keikhlasan rakyat Aceh mengumpulkan dana untuk pembelian pesawat
terbang. Penulis Sejarah, Tgk AK Jakobi mencatatkan peristiwa itu dalam
bukunya “Aceh Daerah Modal” (Yayasan Seulawah RI-001, 1992)
Dalam
pidatonya di sebuah rapat akbar di Lapangan Blang Padang Banda Aceh,
keeseokan harinya, 17 Juni 1948, Soekarno menyatakan hal itu.”
Kedatangan saya ke Aceh ini khusus untuk bertemu dengan rakyat Aceh, dan
saya mengharapkan partisipasi yang sangat besar dari rakyat Aceh untuk
menyelamatkan Republik Indonesia ini,” begitu katanya memohon
kesediaan Rakyat Aceh untuk terus membantu Indonesia. Di Blang Padang
itu pula ia kemudian berujar tentang kontribusi Aceh sebagai daerah
modal terhadap berdirinya Indonesia. “Daerah Aceh adalah daerah modal
bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat Aceh, seluruh
wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali,” ungkap Soekarno
bersemangat.
Ketika Soekarno mengakhiri kunjungannya di
Aceh pada 20 juni 1948, dana yang terkumpul untuk pembelian pesawat itu
berjumlah 120.000 dollar Singapura dan 20 kg emas. Dana tersebut
dihimpun dari masyarakat Aceh oleh Panitia Dana Dakota (Dakota Found)
di Aceh yang dipimpin HM Djoened Joesof dan said Muhammad Alhabsyi.
Opsir
Udara II Wieko Soepono yang ditugasi membeli pesawat dari hasil
sumbangan rakyat Aceh tersebut. Selang tiga bulan kemudian, pesawat
berhasil didapatkan, jenis Dakota milik seorang penerbang Amerika Mr JH
Maupin di Hongkong. Pesawat dengan kode VR-HEC itu mendarat di Maguwo
Padang dan kemudian diregistrasi RI-001. Adalah Presiden Soekarno
sendiri yang memberi nama “Seulawah” pada pesawat tersebut.
Pada
jamuan makan malam dengan pengusaha Gasida di Hotel Atjeh itu,
Presiden Soekarno, Seperti dikutip H.Muhammad TWH dalam satu artikelnya
dari buku “Modal Perjuangan Kemerdekaan” yang ditulis TA Alsya,
menyampaikan pidato antara lain berbunyi, “Harga satu pesawat Dakota
hanya M$ 120.000. Saya belum mau makan sebelum mendapat jawaban ‘ya’
atau ‘tidak’,” kata Soekarno, yang berhasil membakar semangat para
saudagar itu.
Lalu berkat keikhlasan dan ketulusan rakyat
Aceh itulah, terkumpul dana dan emas yang cukup untuk membeli pesawat
Dakota. Pesawat sumbangan Aceh inilah yang kelak menjadi pesawat angkut
pertama Indonesia dan menjadi cikal bakal lahirnya Garuda Indonesia
Airways. Bulan Juni 1948, Soekarno berkunjung ke Aceh. Dalam suatu
pertemuan di Hotel Aceh, 16 Juni 1948, Bung Karno berkata, “Alangkah
baiknya jika Indonesia mempunyai kapal udara untuk memperkuat
pertahanan negara dan mempererat hubungan antara pulau dan pulau.”
Hanya dalam hitungan jam setelah Bung Karno menyatakan hal itu,
pengusaha-pengusaha Aceh yang tergabung dalam Gabungan Saudagar
Indonesia Daerah Aceh (Gasida) menggelar pertemuan khusus. Mereka
sepakat rakyat Aceh akan bersatu mengumpulkan uang dan segala perhiasan
emas perak untuk membeli pesawat. Para perempuan Aceh melepas cincin,
kalung, anting, dan segala perhiasan emas peraknya yang kemudian
dikumpulkan untuk ditukar dengan uang. Uang itulah yang digunakan untuk
membeli pesawat yang diberi nama Seulawah. Dalam waktu dua hari
terkumpul dana sekitar 130.000 Straits Dollar (Dollar Singapura). Ketua
Gasida, Muhammad Juned Yusuf, beserta beberapa anggota Panitia Dana
Dakota pada tanggal 1 Agustus 1948 segera berangkat ke Singapura dengan
membawa dana tersebut dan emas seberat dua kilogram.
Dana
tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan
menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat
Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001
Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
Kehadiran
Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan
Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948,
Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra
dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Di
Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka
rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat
digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja,
serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.
Pada
awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud
Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6 Desember 1948 bertolak menuju
Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III
Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry.
Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika
terjadi Agresi Militer Belanda II, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa
kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota
RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga
pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar).
Petualangan Seulawah
Seulawah
RI-001 di parkir di halaman Anjungan Aceh TMII sejak 1975. Tak banyak
yang tahu bahwa pesawat itu adalah replika (tiruan ). Sebenarnya ada
tiga replika pesawat seulawah RI-001 yang dibuat. Salah satunya yang
berada di TMII itu. Satu lagi ditempatkan di Lapangan Blang Padang
Banda Aceh sebagai monumuen. Replika terakhir adanya di Museum Ranggon,
Myanmar. Pemerintah Myanmar merasa berutang budi kepada Seulawah karena
telah ikut menjadi pesawat angkut di negara itu pada 1949. Di negeri
itulah untuk pertama kali pesawat yang diregistrasikan RI-001
dikomersialkan pada Pemerintah Birma yang ketika itu sedang menghadapi
pemberontakan dalam negeri. Selesai mendapat perawatan di
Calcutta,India, seulawah diterbangkan menuju Ranggon, Burma, pada 26
Januari 1949 dan langsung mendapat tugas penerbangan sebagai pesawat
carteran dan terlibat dalam berbagai misi operasi militer di negara
tersebut. Kegiatan usaha carter pesawat tersebut dilembagakan dan
menjadi satu perusahaan penerbangan yang diberi nama Indonesian Airways.
Inilah perusahaan penerbangan pertama milik Indonesia yang dalam
perkembangan selanjutnya menjadi Garuda Indonesia Airways.
Selain
sebagai pesawat angkut pertama milik Indonesia, Seulawah RI-001 juga
sempat menjalani tugas rahasia menyelundupkan senjata, amunisi dan alat
komunikasi dari Burma ke Aceh, dengan satu kode melalui pesan radio
“….pintu rumah Blangkejren sudah selesai tetapi membawa minuman
sendiri….”. yang diterima pimpinan Seulawah RI-001, Opsir Udara (OU)
Wiweko Soepono. Itu artinya, bahwa “senjata sudah siap diangkut dan
mendarat di Blang Bintang dengan membawa bensin udara sendiri”.
Misi
rahasia yang dipimpin Wiweko Soepono ini berhasil sukses. Seulawah
mendarat mulus pada malam hari di Blang Padang dengan panduan cahaya
obor dan lampu mobil ke landasan. Peristiwa penting ini terjadi pada 8
Juni 1949. senjata yang diselundupkan jenis Brend Inggris. Selang
beberapa waktu kemudian dilakukan penyelundupan kedua kali dengan
sasaran pendartan di Lhoknga. Senjata yang dibawa adalah Brend Inggris 6
buah, cadangan laras senjata 150 pucuk dan amunisi. Penyelundupan yang
kedua ini pun dilakukan pada malam hari.
Selain dari
pada tugas komersil dan penyelundupan senjata, pesawat yang
disumbangkan lewat pengumpulan harta pribadi rakyat Aceh ini juga
mengatar Indonesia berhasil menembus blokade tentara pendudukan
kolonial. Seulawah RI-001 ini lah yang juga membawa tokoh-tokoh bangsa
ke dunia Internasional untuk membangun dan menjalin hubungan
internasional guna menghasilkan pengakuan dan dukungan kepada Republik
Indonesia dalam perjuangan menghalangi nya kembali kolonialisme.
SMN di Seulawah
Biro
tersebut kemudian menyiapkan sekira 25 model pesawat Dakota. Kemudian,
Kepala Biro Propaganda TNI AU, OMU I J. Salatun ditugaskan mengikuti
Presiden Soekarno ke Sumatra dalam rangka mencari dana.
Pada
tanggal 16 Juni 1948 di Hotel Kutaraja, Presiden Soekarno berhasil
membangkitkan patriotisme rakyat Aceh. Melalui sebuah kepanitiaan yang
diketuai Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsji, berhasil dikumpulkan
sumbangan dari rakyat Aceh setara dengan 20 kg emas.
Dana
tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan
menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat
Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001
Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
Kehadiran
Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan
Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948,
Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra
dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Di
Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka
rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat
digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja,
serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.
Monumen
Seiring
dengan perkembangan teknologi, khususnya di bidang kedirgantaraan,
beberapa jenis pesawat terbang generasi tua pun dinyatakan berakhir
masa operasinya. Salah satunya adalah jenis Dakota.
Namun,
karena jasanya yang dinilai besar bagi cikal bakal berdirinya sebuah
maskapai penerbangan komersial di tanah air, TNI AU memprakarsai
berdirinya sebuah monumen perjuangan pesawat Dakota RI-001 Seulawah di
Banda Aceh.
Pada tanggal 30 Juli 1984, Panglima ABRI
Jenderal L.B. Moerdani pun meresmikan monumen yang terletak di Lapangan
Blang Padang, Banda Aceh.
Monumen ini menjadi lambang bahwa sumbangan rakyat Aceh sangatlah besar bagi perjuangan Republik Indonesia di awal berdirinya.
0 komentar:
Posting Komentar